31 Maret 2009

Dampak Defisiensi Pada Perkembangan Kehidupan Manusia


PENDAHULUAN


Upaya pembangunan nasional yang sedang dilaksanakan pada hakekatnya adalah upaya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat sebagai pencerminan dari tujuan nasional. Seperti halnya di negara – negara berkembang lainnya, di Indonesia kekurangan gizi merupakan masalah utama yang diketahui dapat menghambat lajunya pembangunan nasional ( Kodyat, 1992 ).


Disamping itu kekurangan gizi pada anak sebenarnya adalah bentuk dari kelaparan tidak kentara dan itu salah satu ukuran kesejahteraan selain kesehatan dan pendidikan (Soekirman , 2002).


Masalah gizi kurang yang belum dapat ditanggulangi dalam Pembangunan Jangka Panjang Tahap I (PJPT I) hingga kini adalah masalah Anemia Gizi Besi dan Gangguan Akibat Kekurangan Iodium (Depkes RI, 2000).


Berbagai usaha telah dilakukan pemerintah guna mengatasi gizi ini terutama yang menyangkut defisiensi iodium dan zat besi. Dua zat gizi ini dianggap berpengaruh amat besar terhadap tingkat kecerdasan. Oleh karena itu pemerintah terus menggalakkan program pembuatan garam beriodium, suplementasi zat besi bagi kelompok sasaran dan mengupayakan pemberiaan makanan tambahan untuk anak sekolah guna mengatrol tingkat kecerdasan anak sekolah dasar maupun madrasah ibtidaiyah.



PEMBAHASAN


Iodium


Iodium adalah sejenis mineral yang terdapat di alam, baik di tanah maupun di air, merupakan zat gizi mikro yang sangat diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangan mahluk hidup, terutama manusia.


Iodium ada ada di dalam tubuh dalam jumlah sangt sedikit, yaitu sebanyak kurang lebih 0,00004% dari berat badan atau 15-23 mg. Sekitar 75 % dari iodium ini ada di dalam kelenjar tiroid, yang digunakan untuk mensintesis hormone tiroksin, tetraiodotironin (T4), dan triiodotironin (T3). Hormon-horom ini diperlukan untuk pertumbuhan normal, perkembangan isik dan mental hewan dan manusia.


Iodium berada dalam suatu siklus di alam. Sebagian besar iodium ada di laut, sebagian kemudian merembes, dibawa hujan, angin, sungai, dan banjir ke tanah dan gunung di sekitarnya. Bila tanah miskin akan iodium maka semua tanaman (termasuk sayuran dan buah-buahan) yang tumbuh di atasnya juga miskin iodium.


Iodium dengan mudah diabsorpsi dalam bentuk iodida. Konsumsi normal sehari adalah 100-150 ug sehari. Menurut Hetzel (1989) dalam keadaan normal intake harian untuk orang dewasa berkisar 100 – 150 mg perhari. Iodium diekskresikan melalui urin dan dinyatakan dalam mg I/g kreatinin. Pada tingkat ekskresi lebih kecil daro 50 mg/g kreatinin sudah menjadi indikator kekurangan intake. Konsumsi iodium sangat bervariasi antar berbagai wilayah di dunia, diperkirakan sekitar 500 mg per hari di USA (sekitar 5 kali RDA). Adapun kecukupan iodium yang dianjurkan untuk orang Indonesia antara lain :

1) umur 0 sampai 9 tahun kebutuhannya sebesar 50 – 120 mg ;

2) umur 10 – 59 dan > 60 tahun sebesar 150 mg (Pria) ;

3) umur 10 – 59 dan > 60 tahun sebesar 150 mg ;

4) Wanita Hamil mendapat tambahan + 25 mg ; wanita laktasi 0 – 12 bulan sebesar + 50 mg (Muhilal, dkk. 1998).


Sumber makanan yang mengandung iodium banyak ditemukan di laut berupa ikan, udang, dan kerang serta ganggang laut merupakan sumber iodium yang baik. Di daerah pantai, air dan tanah mengandung banyak iodium sehingga tanaman yang tumbuh di daerah pantai mengandung cukup banyak iodium.


Defisiensi Iodium


Intik iodium 100-150 mg / hari sudah memenuhi kecukupan gizi. Kandungan iodium urine sama dengan level intik dan dapat digunakan untuk memperkirakan konsumsi iodium. Defisiensi iodium terjadi dengan intik <> Orang yang mengkonsumsi <50mg> Goiter hampir selalu disebabkan intik <10mg> Goiter adalah pembesaran atau hypertrophy dari kelenjar thyroid. Grade goiter ada 3 yaitu : Pembesaran dapat dideteksi dengan palpasi, leher yang tebal, pembengkakan yang besar yang terlihat dari jarak jauh.


Komplikasi serius dari defesiensi iodium adalah cretinism. Sebaran goiter pada masyarakat yang mengalami adalah ± 2% populasi cretin. Cretin berdampak retardasi mental dan mempunyai karakterinsik penampilan wajah dan lidah besar. Beberapa diantaranya bisu dan tuli, kerdil, diplegia dan quadriplegia juga dapat terjadi. Cretin berasal dari defesiensi iodium maternal, yaitu diet yang berhubungan dengan kegagalan lahir. Kerusakan mental dan fisik pada cretin tidak dapat kembali. Kerusakan ini dapat dicegah dengan memberikan iodium pada ibu yang deficient pada awal kehamilan.


Defisiensi Iodium pada Fetus


Defisiensi iodium pada fetus merupakan hasil defisiensi iodium pada ibu. Kondisi ini dihubungkan dengan peningkatan insiden lahir mati, abortus dan abnormal cougenital, yang semuanya dapat dihindarkan dengan intervensi terpadu. Efek yang sama telah diamati pada ibu hypothyroidism, yang dapat diobati dengan terapi pengganti hormon thyroid. Trial control dengan minyak beryodium telah menunjukkan penurunan signifikan pada kematian fetus dan neonatal pada kelompok yang diobati.

Defisiensi Iodium pada Neonatal

Pentingnya fungsi thyroid pada neonatus berhubungan dengan fakta bahwa pada saat lahir otak bayi hanya 1/3 dari ukuran penuhnya dan bertumbuh secara cepat sampai akhir tahun ke 2. Hormon thyroid yang tergantung pada suplai iodium yang cukup penting untuk perkembangan otak normal.


Bukti dari observasi neonatal di Zaire menemukan bahwa tingkat hypothyroidism kimiawi 10%, akan mengakibatkan hypothyroidism pada bayi dan anak-anak dan jika defisiensi tidak diperbaiki akan mengakibatkan retardasi fisik dan mental. Observasi ini menunjukkan resiko besar kerusakan mental pada populasi desiensi iodium berat.


Defisiensi Iodium pada Anak-anak


Defisiensi iodium pada anak karakteristiknya berhubungan dengan goiter. Tingkatan goiter meningkat sejalan dengan umur yang maksimum pada masa remaja. Prevalensi kurang iodium lebih banyak pada wanita daripada pria. Goiter pada anak sekolah 6- 12 tahun merupakan indikator defisiensi iodium pada masyarakat.

Studi terbaru anak sekolah yang tinggal didaerah defisiensi iodium pada sejumlah negara menunjukkan kerusakan kemampuan belajar dan IQ dibandingkan pada daerah non defisiensi iodium. Studi ini sulit untuk didesain yang disebabkan sulitnya menentukan kelompok kontrol yang tepat.


Banyak penyebab yang mungkin sebagai faktor terjadinya penurunan kemampuan belajar dan IQ yang mengacaukan interpretasi dari perbedaan antara daerah-daerah yang diteliti. Daerah defisiensi iodium sama dengan daerah yang mempunyai sekolah miskin, menderita banyak deprivasi sosial, status sosial ekonomi rendah dan miskin zat gizi lainnya. Semua faktor ini diperkirakan pada negara maju untuk digunakan dinegara berkembang. Akhirnya beberapa studi menunjukkan bahwa defisiensi iodium dapat merusak kemampuan belajar bahkan bila dampak faktor lain seperti deprivasi sosial dan faktor gizi lain, diperkirakan.

Defisiensi Iodium pada Orang Dewasa

Yodisasi garam, roti atau minyak telah menunjukkan pencegahan efektif terhadap goiter pada orang dewasa. Determinan utama otak dan pituitary T3 adalah serum T4 dan tidak berlawanan dengan hati, ginjal dan otot. T3 otak yang rendah telah ditunjukkan pada tikus yang kekurangan dalam hubungannya dengan penurunan serum T4, dan hal ini dipertimbangkan untuk memperbaiki defisiensi iodium. Penemuan ini menjelaskan fungsi otak pada orang yang mempunyai serum T4 rendah di goiter endemic. Bagaimanapun juga harus ditekankan bahwa antara T4 dan T3 dipengaruhi oleh selenium, suatu komponen enzim yang memfasilitasi konversi tersebut.


Masalah GAKY


Gangguan Akibat Kekurangan Iodium (GAKI) adalah sekumpulan gejala atau kelainan yang ditimbulkan karena tubuh menderita kekurangan iodium secara terus–menerus dalam waktu yang lama yang berdampak pada pertumbuhan dan perkembangan makhluk hidup (manusia dan hewan) (DepKes RI, 1996). Makin banyak tingkat kekurangan iodium yang dialami makin banyak komplikasi atau kelainan yang ditimbilkannya, meliputi pembesaran kelenjar tiroid dan berbagai stadium sampai timbul bisu-tuli dan gangguan mental akibat kretinisme (Chan et al, 1988).


Kodyat (1996) mengatakan bahwa pada umumnya masalah ini lebih banyak terjadi di daerah pegunungan dimana makanan yang dikonsumsinya sangat tergantung dari produksi makanan yang berasal dari tanaman setempat yang tumbuh pada kondisi tanah dengan kadar iodium rendah.


Masalah Gangguan Akibat Kekurangan Iodium (GAKI) merupakan masalah yang serius mengingat dampaknya secara langsung mempengaruhi kelangsungan hidup dan kulitas manusia. Kelompok masyarakat yang sangat rawan terhadap masalah dampak defisiensi iodium adalah wanita usia subur (WUS) ; ibu hamil ; anak balita dan anak usia sekolah (Jalal, 1998).


Faktor – Faktor penyebab masalah GAKI antara lain :

· Faktor Defisiensi Iodium dan Iodium Excess

Defisiensi iodium merupakan sebab pokok terjadinya masalah GAKI. Hal ini disebabkan karena kelenjar tiroid melakukan proses adaptasi fisiologis terhadap kekurangan unsur iodium dalam makanan dan minuman yang dikonsumsinya. Iodium Excess terjadi apabila iodium yang dikonsumsi cukup besar secara terus menerus, seperti yang dialami oleh masyarakat di Hokaido (Jepang) yang mengkonsumsi ganggang laut dalam jumlah yang besar. Bila iodium dikonsumsi dalam dosis tinggi akan terjadi hambatan hormogenesis, khususnya iodinisasi tirosin dan proses coupling.

· Faktor Geografis dan Non Geografis

GAKI sangat erat hubungannya dengan letak geografis suatu daerah, karena pada umumnya masalah ini sering dijumpai di daerah pegunungan seperti pegunungan Himalaya, Alpen, Andres dan di Indonesia gondok sering dijumpai di pegunungan seperti Bukit Barisan Di Sumatera dan pegunungan Kapur Selatan. Daerah yang biasanya mendapat suplai makanannya dari daerah lain sebagai penghasil pangan, seperti daerah pegunungan yang notabenenya merupakan daerah yang miskin kadar iodium dalam air dan tanahnya. Dalam jangka waktu yang lama namun pasti daerah tersebut akan mengalami defisiensi iodium atau daerah endemik iodium.

· Faktor Bahan Pangan Goiterogenik

Kekurangan iodium merupakan penyebab utama terjadinya gondok, namun tidak dapat dipungkiri bahwa faktor lain juga ikut berperan. Salah satunya adalah bahan pangan yang bersifat goiterogenik. Zat goiterogenik dalam bahan makanan yang dimakan setiap hari akan menyebabkan zat iodium dalam tubuh tidak berguna, karena zat goiterogenik tersebut merintangi absorbsi dan metabolisme mineral iodium yang telah masuk ke dalam tubuh. Giterogenik adalah zat yang dapat menghambat pengambilan zat iodium oleh kelenjar gondok, sehingga konsentrasi iodium dalam kelenjar menjadi rendah. Selain itu, zat goiterogenik dapat menghambat perubahan iodium dari bentuk anorganik ke bentuk organik sehingga pembentukan hormon tiroksin terhambat. Beberapa jenis Goitrogen yaitu:

Ø Kelompok Tiosianat atau senyawa mirip tiosianat

contoh: ubi kayu, jagung, rebung, ubi jalar, buncis besar

Ø Kelompok tiourea, tionamide, tioglikoside, vioflavanoid dan disulfida alifatik, contoh : berbagai makanan pokok di daerah tropis seperti sorgum, kacang-kacangan, bawang merah dan bawang putih

Ø Kelompok Sianida

Contoh: daun + umbi singkong , gaplek, gadung, rebung, daun ketela, kecipir, dan terung

Ø Kelompok Mimosin

contoh: pete cina dan lamtoro

Ø Kelompok Isothiosianat

contoh: daun pepaya

Ø Kelompok Asam

contoh: jeruk nipis, belimbing wuluh dan cuka

Ø Kelompok yang bekerja pada proses proteolisis dan rilis hormon tiroid

· Faktor Zat Gizi Lain

Defisiensi protein dapat berpengaruh terhadap berbagai tahap pembentukan hormon dari kelenjar thyroid terutama tahap transportasi hormon. Baik T3 maupun T4 terikat oleh protein dalam serum, hanya 0,3 % T4 dan 0,25 % T3 dalam keadaan bebas. Sehingga defisiensi protein akan menyebabkan tingginya T3 dan T4 bebas, dengan adanya mekanisme umpan balik pada TSH maka hormon dari kelenjar thyroid akhirnya menurun.


Pencegahan Dan Penggulangan


Kegiatan pencegahan dan penaggulangan GAKI yang telah dilakukan oleh pemerintah meliputi komunikasi , informasi dan edukasi (KIE) terhadap penaggulangan GAKI yang tertuju pada 3 ( tiga ) kelompok sasaran yaitu :

a. Para perencana, pengelola dan pelaksana program.

b. Masyasarakat didaerah gondok endemik.

c. Masyarakat di luar daerah gondok endemik.


Intervensi GAKI terus dilakukan dengan bantuan sejumlah badan dunia. Program intensifikasi penanggulangan GAKI yang berlangsung tahun 1997 – 2003 bertujuan menurunkan prevalensi GAKI lewat pemantauan status GAKI pada penduduk, meningkatkan persediaan garam beriodium serta meningkatkan kerja sama lintas sektoral. Upaya penanggulangan GAKI sudah dimulai sejak pemerintahan Belanda melalui distribusi garam beryodim ke daerah endemik berat.


Penanggulangan GAKI dilakukan dalam dua jangka waktu, yaitu :

· Jangka Panjang: suplementasi tidak langsung melalui fortifikasi garam konsumsi dengan iodium dimana program ini disebut garam iodium.

· Jangka pendek: suplementasi langsung dengan ,minyak iodium baik secara oral maupun suntikan lipiodol. Upaya ini hanya ditunjukkan pada daerah endemik berat dan telah dilaksanakan sejak tahun 1974


Menurut ketentuan Peraturan Menteri Kesehatan RI 1986, kandungan KIO3 yang dianjurkan adalah 40 ppm. Iodium diperlukan semata – mata untuk biosintesis hormon thyuroid yang mengandung iodium. Kebutuhan iodium meningkat pada kaum remaja dan kehamilan. Banyaknya metoda suplementasi Iodium tergantung pada beratnya GAKI pada populasi, grade iodium urine dan prevalensi goiter dan kretinism.

· GAKI ringan:

Prevalensi goiter : 5 – 19,9% (anak sekolah)

Iodium urine : 50 - 99mg/l

Dieliminasi dengan garam berjodium.

· GAKI sedang :

Prevalensi goiter : 20 – 29,9% dan beberapa hypothyroidism.

Iodium urine : 20 – 49 mg/hr

Dapat dikontrol dengan garam berjodium (biasanya 20 – 40 mg/kg pada tingkat rumahtangga) Disamping itu minyak beriodium diberi secara oral atau suntik yang dikoordinasi melalui puskesmas.

· GAKI berat :

Prevalensi goiter : ³ 30%, endemic cretinism

Iodium urine : <>

Penanganannya : minyak beriodium diberikan sampai sistim garam berjodium efektif, jika sistim saraf pusat dicegah dengan sempurna.



PENUTUP


Iodium merupakan salah satu unsur mineral mikro yang sangat dibutuhkan oleh tubuh walaupun dalam jumlah yang relative kecil. Namun apabila diabaikan dapat menimbulkan efek atau dampak yang cukup berpengaruh dalam kehidupan semua orang. Dan korban penderita GAKI akan menjadi beban semua orang yang ada disekitar kehidupannya.



DAFTAR PUSTAKA


Almatsier, Sunita (Ed). 2004. Penuntun Diet. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama.

Anonim. 2006. Penaggulangan GAKI. http:// www.google.com. [14 September 2008].

Anonim. 2006. Penaggulangan GAKI. http:// www.litbang.depkes.co.id. [14 September i 2008].

Chan, M., Javalera, and A. Rayes. 1988. A Discriptive Study abouth The General Preceptions and Behavior Related to Goiter of Females Fifteen Years old and above in Three Barangays of Ternate, Govite, Philipina. College of Public Health, University oh Philipina. Manila.

Departemen Kesehatan (DepKes). 1996. Gangguan Akibat Kekurangan Iodium dan Garam Beriodium. Pusat Penyuluhan Kesehatan Masyarakat: Jakarta.

Jalal, F. 1998. Agenda Perumusan Program Gizi Repelita VII untuk Mendukung Manusia yang Pengembangan Sumberdaya Berkualitas. Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VI. Jakarta.

Kodyat B . A . 1992 . Masalah Yang Dihadapi Dalam Penyelenggaran Intervensi Garam Fortifikasi Dan Upaya Mengatasinya . PAU Pangan Dan Gizi IPB.

Muhilal, Jalal dan Hardinsyah. 1998. Angka Kecukupan Gizi Rata – Rata yang Dianjurkan. Widyakarya Pangan dan Gizi Nasional VI. LIPI. Jakarta.

Rusmiati, Y. 2006. Penaggulangan GAKI. http://:www.kompas.co.id. [14 September i 2008].

29 Maret 2009

Imunologi Gizi Diabetes Mellitus Tipe II


BAB I

PENDAHULUAN


Sistem imun adalah semua mekanisme yang merupakan reaksi tubuh terhadap masuknya substansi asing untuk mempertahankan keutuhan tubuh dari berbagai bahaya yang dapat ditimbulkan oleh lingkungan hidup. sistem imun terdiri dari sistem imun spesifik dan sistem imun non spesifik.


Sistem imun non spesifik merupakan pertahanan tubuh terdepan dalam menghadapi serangan berbagai mikroorganisme, oleh karena dapat memberikan respon langsung terhadap antigen. Disebut nonspesifik karena tidak ditujukan terhadap mikroorganisme tertentu, serta telah ada dan siap berfungsi sejak lahir. Terdapat dua pertahanan dalam sistem imun non spesifik yaitu pertahanan awal (barriers) yang berupa fisik seperti kulit dan membrane mukosa serta berbagai komponen kimia dalam tubuh seperti kelenjar air mata (lacrimal apparatus), air liur (saliva), skresi vagina (vagina secretion), kelenjar keringat (sebum), asam lambung (gastric juice), dan sebagainya. Pertahanan selanjutnya adalah internal defence berupa protein antimikroba (complement, interferons, C-reactive protein), phagosit dan Natural Killer (NK) sel serta inflamasi.


Imun spesifik mempunyai kemampuan untuk mengenal benda yang dianggap asing bagi dirinya. Oleh karena itu sistem tersebut hanya dapat menghancurkan benda asing yang sudah dikenal sebelumnya. Sistem imun spesifik dapat bekerja dengan atau tanpa bantuan sistem imun nonspesifik untuk menghancurkan benda asing. Sistem imun spesifik dibagi menjadi dua, yaitu humoral (sel limfosit B) dan seluler (sel limfosit T). Fungsi utama sel limfosit B adalah pertahanan terhadap infeksi ekstraseluler virus dan bakteri serta menetralisir toksinnya, sedangkan fungsi utama sel limfosit T adalah pertahanan terhadap bakteri yang hidup secara intraseluler seperti virus, jamur, parasit dan keganasan.


Penyakit kencing manis (Diabetes Mellitus) adalah suatu kumpulan gejala yang timbul akibat peningkatan kadar gula (glukosa) darah secara terus menerus (kronis) akibat kekurangan insulin, baik kualitatif maupun kuantitatif.


Ada beberapa jenis Diabetes Mellitus, antara lain :

1. Tipe Insulin – Dependent Diabetes Mellitus (IDDM) atau Diabetes Mellitus Tergantung Insulin (DMTI)

Gejala dari penyakti ini adalah keadaan yang ditimbulkan akibat kadar glukosa darah yang tinggi (hiperglikemia). Orang akan merasa lapar dan haus terus menerus, merasa lelah dan lemah, serta rasa nyeri hebat di lambung.

2. Tipe Non-Insulin - Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM) atau Diabetes Mellitus Tidak Tergantung Insulin (DMTTI)

Gejala dari penyakti ini timbul secara perlahan-lahan, yaitu berupa hiperglikemia, penurunan berat badan, pandangan kabur. Jika mengalami luka baik di kulit maupun di mulut, maka proses penyembuhannya menjadi sukar atau lama. Penderita sering mengalami infeksi saluran kencing.

3. Tipe Diabetes Mellitus yang lain

Misalnya Gestational Diabetes atau DM yang terjadi pada masa kehamilan, Malnutrition related DM (MRDM), dan lain-lain. Penyakit ini mempunyai kecenderungan untuk diturunkan dari keluarga sehingga faktor genetik memegang peranan penting. Adapun faktor lain yang menyebabkan timbulnya panyakit DM tipe ini adalah gaya hidup (pola makan dan aktifitas).


Diabetes Melitus (DM) adalah suatu penyakit metabolik yang dinyatakan dengan adanya hiperglikemia kronik dan gangguan pada metabolisme karbohidrat, lemak dan protein yang berkaitan dengan perkembangan terjadinya kelainan, disfungsi dan kerusakan beberapa organ khususnya mata, ginjal, saraf, jantung dan pembuluh darah.


Sebagian besar gambaran patologik DM dapat dihubungkan dengan salah satu efek utama akibat kurangnya insulin yaitu : (1) berkurangnya pemakaian glukosa oleh sel-sel tubuh, mengakibatkan peningkatan konsentrasi glukosa darah hingga 300- 1.200 mg/dL; (2) Peningkatan metabolisme lemak, menyebabkan terjadinya metabolisme lemak abnormal disertai dengan endapan kolesterol pada dinding pembuluh darah sehingga timbul gejala aterosklerosis; dan (3) berkurangnya protein dalam jaringan tubuh.


DM merupakan penyakit dengan konsentrasi gula darah tinggi dalam darah (hiperglikemia), diakibatkan karena defisiensi insulin relatif maupun absolut. Hiperglikemia timbul karena penyerapan glukosa ke dalam sel terhambat serta metabolisme glukosa yang terganggu. Dalam keadaan normal, kira-kira 50% glukosa yang dimakan mengalami metabolisme sempurna menjadi CO2 dan air, 5% diubah menjadi glikogen dan kira-kira 30 – 40% diubah menjadi lemak. Pada penderita DM semua proses itu terganggu, glukosa tidak dapat masuk ke dalam sel, sehingga energi terutama diperoleh dari metabolisme protein dan lemak. Sebenarnya hiperglikemia sendiri relatif tidak berbahaya, kecuali apabila berlebihan sehingga darah menjadi hiperosmotik terhadap cairan intrasel. Kondisi yang berbahaya ialah glikosuria karena glukosa bersifat diuretik osmotik, sehingga diuresis meningkat disertai hilangnya berbagai elektrolit. Hal ini menyebabkan dehidrasi dan hilangnya elektrolit pada penderita DM yang tidak diobati. Karena adanya dehidrasi, maka tubuh berusaha mengatasi dengan banyak minum (polidipsia). Badan kehilangan 4 kalori untuk setiap gram glukosa yang diekskresi. Polifagia timbul karena perangsangan pusat nafsu makan di hipotalamus oleh kurangnya pemakaian glukosa di kelenjar itu.


DM bukanlah penyakit yang disebabkan oleh satu faktor, tetapi merupakan suatu sindrom yang disebabkan oleh banyak faktor. DM dikarakterisasi oleh hiperglikemia kronik karena penurunan kerja insulin pada jaringan target (disebabkan oleh kurangnya sekresi insulin, resistensi insulin atau keduanya). Penurunan kerja insulin ini berhubungan dengan gangguan metabolisme karbohidrat, lemak dan protein.


DM Tipe 2 dahulu dikenal sebagai Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM). Penyebab DM tipe 2 bervariasi mulai dari resistensi insulin yang disertai defisiensi insulin relatif hingga defek sekresi insulin yang disertai resistensi insulin. DM tipe 2 disebabkan oleh ketidakefektifan atau ketidakcukupan insulin dalam memperantarai pemasukan glukosa ke dalam jaringan. Hal ini dapat terjadi karena gangguan sekresi insulin dan penurunan sensitifitas insulin.


Dewasa ini prevalensi diabetes mellitus cenderung mengalami peningkatan baik di negara berkembang maupun maju. Pada tahun 2000, junllah pasien diabetes di Amerika mencapai 13 juta atau 5,2% dari seluruh populasi dengan rincian diabetes tipe 1 adalah 160 per 100.000, sedangkan diabetes tipe 2 kurang lebih 6.670 per 100.000 dan jumlah ini meningkat menjadi 20,8 juta atau 7,0% dari seluruh populasi pada tahun 2005 (Koda-Kimble & Carlisle, 1995; Suyono, 2001; Oh & Isley, 2002; American Diabetes Association, 2005). Sementara di Indonesia prevalensi diabetes mellitus sebesar 4,6% atau berjumlah 5,6 juta, sehmgga diperkirakan pada tahun 2020 terdapat 8,2 juta penduduk yang menderita cliabetes mellitus (Pranoto, 2003). Ada beberapa faktor penyebab peningkatan tersebut antara lain perubahan gaya hldup masyarakat, keterbatasan waktu untuk beraktivitasiolah raga, obesitas dan usia harapan hdup yang meningkat.


Diabetes mellitus adalah suatu gangguan metabolik yang ditandai oleh hiperglikernia yang berkaitan dengan abnormalitas metabolisme karbohidrat, lemak dan protein. Berdasarkan etiologinya, cliabetes mellitus diklasifikasikan menjadi 2 kelompok besar, yaitu cliabetes mellitus tipe 1 dan tipe 2 (Hams, 2000; Setter et al.., 2000; Oki & Isley, 2002)




BAB II

ISI


A. SISTEM IMUN PADA DIABETES MELLITUS TIPE 2


Diabetes tipe 2 merupakan jenis diabetes dengan prevalensi tertinggi dari semua kasus diabetes, jumlahnya sekitar 90-95% dan biasanya bersifat asymptomatic. Diabetes mellitus tipe 2 biasanya timbul pada umur 40 tahun.


Gangguan utama yang disebabkan oleh diabetes mellitus tipe 2 adalah resistensi insulin, yaitu penurunan sensitifitas insulin di jaringan otot, adipose dan sel hati. Sebagai kompensasinya, pancreas mensekresi insulin dalam jumlah besar, sehingga insulin dalam plasma meningkat pada level yang tidak normal (hiperinsulinemia). Semakin lama, kemampuan pancreas untuk menghasilkan insulin berkurang, sehingga terjadi hiperglikemia yang berakibat buruk. Tingginya kebutuhan akan insulin mengakibatkan terjadinya kerusakan sel beta pancreas dan mengganggu sekresi insulin sehingga kadar insulin dalam darah menurun. Diabetes tipe 2 berhubungan dengan resistensi insulin dan defisiensi insulin secara tidak langsung. Hal ini disebabkan karena ketidakcukupan insulin pada sel yang rendah sensitifitas insulinnya pada keadaan gula darah yang tidak terlalu tinggi atau belum ada komplikasi.


Penyebab pasti DM tipa 2 ini belum sepenuhnya diketahui secara pasti. Namun, ada beberapa faktor yang dianggap sebagai pencetus, yaitu :

1. Kegemukan

Makan makanan yang manis tidak akan menyebabkan timbulnya penyakit ini, tetapi jika konsumsinya sangat berlebihan, ini bisa menyebabkan kegemukan dan menderita DM. Sekitar 80% penderita tipe 2 adalah mereka yang tergolong gemuk.

2. Lain-lain

Faktor-faktor lain yang turut mencetus panyakit DM adalah resistensi insulin, pola makan yang salah, proses penuaan (degeneratif) dan stress yang berkepanjangan tanpa kendali.

Walaupun penyebab DM tipe 2 masih belum jelas, resiko penyakit ini meningkat seiring terjadinya obesitas, penuaan dan aktifitas fisik yang kurang. Sekita 80-90% penderita DM tipe 2 adalah penderita obesitas, dan obesitas itu sendiri secara langsung dapat menyebabkan resistensi insulin. Penyebab resistensi insulin pada penderita DM tipe 2 antara lain:

1) Tumor Necrosis Factor α (TNF-α)

TNF α merupakan sitokin yang disekresi oleh jaringan adipose, berperan di jaringan perifer yang berpengaruh pada sensitifitas insulin, proses metabolic dan bagian dari substrat.

Sitokin TNF α memiliki potensi untuk menghambat efek sensitifitas terhadap insulin di jaringan otot dan adipose. Berdasarkan pengamatan terhadap tikus obese, ditemukan bahwa ekspresi TNF α yang tinggi di otot dan lemak dapat menyebabkan resistensi insulin pada penderita obes dan diabetes.

2) Mutasi glukosa transporter 4 (GLUT-4)

GLUT-4 adalah jenis glukosa transporter yang responsifterhadap insulin dan terutama terdapat di jaringan otot dan adipose. Walaupun penurunan produksi GLUT-4 bukan penyebab resistensi insulin pada penderita obesitas dan diabetes, namun peningkatan GLUT-4 dapat menurunkan hiperglikemia dan meningkatkan sensitifitas insulin pada tikus percobaan yang menderita diabetes. Secara teoti, mutasi GLUT-4 dapat menyebabkan resistensi insulin.

3) Polimorfonuklear (PMN)

Kadar Zn serum dan jumlah limfosit T pasien diabetes tipe 2 regulasi glukosa darah baik dan buruk tidak berbeda. Kelompok regulasi baik mempunyai PMN yang lebih tinggi secara bermakna dibandingkan kelompok regulasi buruk


Penderita diabetes melitus tipe-2 pada suatu saat oleh karena kegagalan sel beta, maka akan mengalami gagal sekunder obat hipoglikemik oral. Pada keadaan tersebut ia akan membutuhkan insulin sementara atau seterusnya, keadaan ini disebut membutuhkan insulin (insulin requirement), tetapi bukan tergantung insulin.


B. PERANAN GIZI PADA NIDDM


Di negara maju DM termasuk dalam kelompok 5 penyebab utama kematian. Indonesia sebagai negara luas dengan jumlah penduduk menempati urutan ke empat terbesar di dunia sedang berkembang menuju taraf yang lebih maju. Tak dapat dipungkiri bahwa pada suatu saat DM akan menjadi penyebab kematian yang penting seperti halnya dengan negara maju yang lain, apabila tidak ada upaya pencegahannya yang terarah. Kemajuan suatu daerah antara lain ditandai oleh peningkatan daya beli serta perubahan gaya hidup masyarakat yang bersangkutan. Kemudahan-kemudahan dalam memperoleh bahan makanan yang memenuhi selera akan mempercepat terjadinya ketidak-seimbangan antara masukan zat gizi melalui makanan dengan jumlah yang dibutuhkan untuk mempertahankan hidup sehat. Peningkatan efisiensi tenaga fisik dengan pemanfaatan perlatan mekanik sebagai dampak positif kemajuan, diikuti oleh penurunan kegiatan fisik individu yang bersangkutan yang menjadi awal terjadinya obesitas. Diantara masyarakat maju yang demikianlah angka prevalensi NIDDM cukup menonjol. Dalam hal ini rupanya adanya ketidak-seimbanganantara masukan zat gizi melalui makanan, kebutuhan zat gizi tubuh, kemampuan jaringan mencerna zat gizi yang tersedia dan ketersediaan bahan-bahan pembantu metabolisme zat gizi, misalnya hormon insulin, berakibat pada timbulnya gejala DM. Sesuai dengan klasifikasinya, penanganan NIDDM tidak memerlukan insulin. Dengan pengaturan kembali keseimbangan antara masukan zat gizi terhadap kebutuhan dan kemampuan jaringan tubuh, gejala DM akan teratasi. Pada orang dewasa makanan yang dimanakan dimaksudkan untuk mensuplai zat gizi yang diperlukan oelh tubuh. Kebutuhan akan enersi yang harus dimakan umumnya disesuaikan dengan jumlah enersi yang harsu dikeluarkan (WHO, 1974). Variasi kebutuhan enersi ini dipengaruhi oleh macam kegiatan fisik yang dilakukan, umur serta ukuran tubuh masing-masing. Kelebihan jumlah enersi yang dimakan akan disimpan dalam bentuk lemak tubuh. Makin tinggi jumlah kelebihan energi, makin besar jumlah cadangan lemak yang akan memperbesar ukuran tubuh seseorang. Jumlah enersi yang diperlukan untuk menggerakkan tubuh, misalnya berjalan atau mengerjakan pekerjaan, akan makin tinggi dengan makin besarnya ukuran tubuh. Sebaliknya bila terjadi defisit dalam intake energi, maka untuk memenuhi kebutuhan basal serta kegiatan fisik akan dipergunakan cadangan yang tersedia (lemak tubuh). Pemecahan lemak tubuh yang berlangsung terus menerus akan menurunkan besaranya ukuran tubuh yang berasangkutan. Proses pembentukan cadangan dan pengurasan cadangan dengan rentang variasi yang luas dan terjadi berulang kali suatu saat akan tidak berlangsung dengan sempurna, sehingga timbul gejala ketidak-seimbangan metabolisme seperti halnya pada Diabetes Mellitus. Pada orang dewasa proses pertumbuhan sudah berhenti. Oleh karean itu jumlah protein yang dibutuhkan dimaksudkan hanya untuk keperluan penggantian sel-sel tubuh yang aus atau rusak akibat usia atau penyakit (regenerasi). Demikian pula halnya dengan vitamin dan mineral yang jumlah kebutuhannya disesuaikan dengan jumlah enersi, protein dan lemak yang dimakan. Berbagai penelitian melaporkan bahwa kebutuhan enersi erat kaitannya dengan jumlah sel otot yang aktif untuk keperluan yang dimaksud, yang pada pria jumlahnya lebih tinggi dibandingkan dengan pada wanita. Oleh karena itu perhitungan jumlah kebutuhan enersi seseorang akan lebih tepat apabila ukuran tubuh yang digunakan adalah berat badan bebas lemak (lean body mass), yang pada praktek sehari-hari dinyatakan dalam bentuk BMI (body mass index). Zimmet dan King (1984) dalam penelitiannya pada masyarakat Mikronesia mendapatkan korelasi yang kuat antara intake enersi, hidrat arang dan lemak. Intake lemak seseorang dapat dipakai sebagai petunjuk terjadinya NIDDM. Menurut peneliti penemuan ini perlu ditinjau kembali dengan penelitian lanjutan. Interaksi antara gizi, aktivitas fisik dan ukuran tubuh bersifat kompleks, dan akan sulit membedakan apakah mekanisme faktor yang satu lebih menonjol dibandingkan dengan yang lain, terutama dalam kehidupan sehari-hari. Akan tetapi, bahwa perubahan gaya hidup seseorang dapat mempengaruhi timbulnya NIDDM sudah dilaporkan oleh beberapa peneliti antara lain oleh Watkin (1986). Untuk memastikan adanya interaksi yang sama diantara masyarakat Indonesia perlu dilakukan pengamatan dengan cara-cara yang tidak berbeda dengan metode yang pernah diikuti oleh pengamat sebelumnya.




BAB III

KESIMPULAN


Penyakit kencing manis (Diabetes Mellitus) adalah suatu kumpulan gejala yang timbul akibat peningkatan kadar gula (glukosa) darah secara terus menerus ( kronis) akibat kekurangan insulin, baik kualitatif maupun kuantitatif.


Meningkatnya kepekaan penderita DM terhadap infeksi disebabkan oleh berbagai faktor. Pada umumnya, efek hiperglikemia sangat berperan terhadap mudahnya penderita DM terkena infeksi, seperti infeksi saluran kencing, infeksi paru, serta infeksi kaki. Hal ini disebabkan karena hiperglikemia mengganggu funsi neutrofil dan monosit (makrofag) termasuk kemotaksis, perlekatan, fagositosis dan mikroorganisme yang terbunuh dalam intraseluler.


Diabetes tipe 2 berhubungan dengan resistensi insulin dan defisiensi insulin secara tidak langsung. Hal ini disebabkan karena ketidakcukupan insulin pada sel yang rendah sensitifitas insulinnya.